Oleh Ina Mahardhika
(dari situs eramuslim.com)
27 Jul 07 08:11 WIB
Bismillah...
Hidup terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia. Setiap dimensi kehidupan telah dan akan dilalui, yang kemudian akan bermuara pada kembalinya diri kepada Sang Pemilik Kehidupan.
Sedih, kesal, penat, bosan, marah, emosi dan sebagainya adalah sisi lain dari indahnya hidup. Ketika manusia mau menikmati kesenangan hidup, maka ia pun harus berani menghadapi sisi lain dari kehidupan.
Adalah fitrah manusia, ketika Allah memberinya ujian maka perasaan kesal, marah, emosi, mudah mengeluh muncul dalam diri. Semua manusia akan merasakan hal yang sama, yang membedakan adalah penyikapan terhadap ujian perasaan tersebut.
Ada, bahkan mungkin banyak yang menjadikan marah dan emosi sebagai masinis dalam dirinya, mempermainkan fluktuasi keimanan, sehingga akan berujung pada kesia-sian yang berkepanjangan dan kerugian yang banyak. Masalah tidak akan begitu saja berlalu dan selesai dengan emosi, marah dan keluhan. Disisi lain, tidak akan ada amalan yang di dapat ketika hal tersebut menguasai diri. Jadi 2 kerugian yang akan di peroleh, masalah yang semakin rumit dan energi yang terbuang, tidak menjadi amal.
Namun tidak sedikit yang menjadikan sabar dan syukur sebagai qawwan dalam dirinya dan menguasai ruhnya. Ia berusaha bersabar dan mencoba untuk terus bersabar dalam menunaikan amanah ujian dari Allah, hingga akhirnya ia akan mencapai pada titik klimaks kemenangan. Ya... Hakikatnya, ujian adalah amanah yang harus tertunaikan dan buahnya adalah kemenangan.
Hidup memang tidak mudah, tetapi kemudahan dapat di hidupkan. Kepenatan, kemarahan, turunnya kualitas ibadah dan kegersangan ruhiyah adalah titik klimaks dari kelalaian seorang hamba dalam menjalani ujian hidup. Matikan kelalaian itu dengan hati yang hidup dalam mewujudkan kemudahan hidup.
Berhentilah sejenak saudaraku... Berhentilah di sini...
Berhentilah di terminal ruhiyah, agar hati damai dan tenang terasa hingga tulang sum-sum.
Jangan pernah berhenti saudaraku... Untuk selalu dalam keistiqamahan.
Jangan pernah berhenti, untuk selalu bermunjat pada-Nya ketika kegalauan dan kepenatan hati telah menguasai diri...
Jangan pernah berhenti, untuk selalu memohon dan meminta pada-Nya ketika cita-cita telah sirna namun asa masih menggunung...
Jangan pernah berhenti, untuk selalu memupuk semangat dan keoptimisan ketika hati mulai rapuh dan patah, sampai Allah memberikan kemenangan.
Jangan pernah berhenti saudaraku... Untuk selalu melantunkan bait-bait doa meskipun di kantor, jalan, sekolah, kampus, pasar, kendaraan, kereta, pesawat....dan di hati ini... Allah Maha Mendengar bisikan hati...
"Iman seorang mukmin akan tampak di saat ia menghadapi ujian. Di saat ia totalitas dalam berdoa, tapi ia belum melihat pengaruh apapun dari doanya. Ketika, ia tetap tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab putus asa semakin kuat. Itu semua dilakukan seseorang karena keyakinannya bahwa hanya Allah saja yang paling tahu apa yang lebih maslahat bagi dirinya. Ia yakin bahwa dengan ujian itu, Allah ingin melihat tingkatan kesabaran dan keimanannya. Ia yakin bahwa dengan keadaan itu, Allah menghendaki hatinya menjadi luruh dan pasrah kepada-Nya. Atau, boleh jadi melalui ujian itu, Allah menghendaki dirinya untuk lebih banyak lagi berdoa sehingga ia lebih dekat lagi dengan-Nya melalui doa-doanya. " (Shaidul Khatir, 375). Begitulah nasihat dari Ibnul Jauzi.
Jangan pernah berhenti untuk selalu berusaha ikhlas dan tawadhu mengumpulkan butiran-butiran amal dalam setiap fase hidup, karena kelak ia yang akan menjadi kawan kita ketika menemui Rabb Semesta Alam...
Jangan pernah berhenti untuk selalu memohon pada-Nya kembali yang baik dan khusnul khatimah, karena akhir yang baik adalah muara dari kasih sayang Allah.
Ya..jangan pernah berhenti untuk selalu berikhtiar, berdoa dan bersabar dalam menjalani hidup sebagai hamba Allah.
Allahua`lambisshawaab...
Setitik hikmah dari samudera hikmah...
Wasanawati et yahoo dot com.
No comments:
Post a Comment