Tuesday, June 3, 2008

Gunung Gede Pangrango Via Selabintana (Sukabumi) Part 3

"aku pegel2 dan ga enak badan nih... "
"...wah badan ku panas dingin..."

Percaya ga percaya, ketika menghadapi sesuatu hal yang baru dan kita kurang informasi terhadap hal tersebut kita pasti akan ketakutan. Setidaknya sedikit ketakutan. Dan mungkin bagi orang yang terbiasa menghadapinya, ketakutan itu ia atasi dengan persiapan.

Sama dengan perjalanan kami ke Gunung gede, jalur salabintana yang baru ini, adalah jalur pertama kali kami lalui. semua persiapan kami lakukan dengan sematang mungkin. barang, uang, fisik, mental, semuanya kami list dan kami kumpulkan. sampai-sampai browsing info di internet pun kami lakukan untuk mencari informasi tentang jalan ini. Ketakutan akan gambaran jalan yang belum jelas dan panjang terbayang di benak kami.

"iya... aku sampe kebawa mimpi... tambah teman kami yang lain.

Dahsyat, subhanallah.. ketika pertama kali kami menaiki gunung gede dengan jalur yang baru, memang berbeda dengan jalur yang lain. di jalur Salabintana ini, kiri atau kanan kami langsung disuguhkan dengan jurang jurang atau lembah yang cukup curam. Tidak seperti di gunung putri dan jalur masuk kebun raya cibodas, jalur di Salabintana selain plus jurang, jalannya juga relatif lebih sempit.

Tapi, indahnya, subhanallah karena kami terpaksa menempuh jalan siang hari, kami bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat pemandangan yang sungguh indah diatas jalan setapak di tepi jurang. Pepohonan yang hijau, lembah yang penuh dengan semak belukar yang juga mengeluarkan bunyi air sungai yang mengalir. Bunyi air ini yang masih terus kami dengar sampai pemberhentian perjalanan kami di pos pemberhetian yang pertama, tidak kurang dan lebih dari 15 menit dari awal kami menaik.

Ketakutan kami yang lain, kami mendapatkan informasi bahwa jalur ini adalah jalur PACET. memang sudah bisa dibayangkan, jalur yang masih baru, pasti masih asli tanah, belum ada batu atau kayu yang membantu membentuk jalan. dan jalan yang bertanah akan menjadi tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembang binatang tanah, cacing, lintah. Pacet salah satunya...

Tepat setelah mencapai pos pemberhentian pertama, di perjalanan berikutnya kami temui mahluk yang menjadi bayangan fikiran kami ini.

"Woiii, gua kena lintah... " Pipin jadi korban pertama. Teriakannya membuat langkah kami semua terhenti dan langsung mendekat padanya.

Bayangkan, ternyata lintah ini masuk dan menghisap kaki si pipin tepat diatas lutut kanannya. darah segar mengalir dan menembus celana panjang teman kami yang satu ini. Memang bercelana panjang tidak menjamin kami aman dari gangguan di perjalanan. tapi ini adalah langkah yang paling aman untuk melindungi kaki kami. Berkaus kaki tebal jika menggunakan sendal atau memakai sepatu tebal sama sekali.

Obatnya ternyata sangat mudah, lintah dan pacet akan melepaskan sendiri dari kulit kita jika ia diolesi atau dibasuhi dengan air ramuan tembakau. Satu botol air tembakau yang kami siapkan saat itu. tembakau yang lain sebagai cadangan kami simpan di dalam tas.

Beberapa teman terkena pacet dikakinya, tapi alhamdulillah, ramuan tembakau manjur dan membuat pacet tersebut tidak terlalu parah menyedot darah kami. Saya sendiri korban paling banyak. Wuih, ada tiga setidaknya pacet yang mampir dan minta sumbangan darah saya. :) mudah2n darah yang terambil memang darah sisa yang kotor yang memang tidak saya perlukan.

...


Bersambung...
(pacet dan jurang masih berlanjut terus membayangi fikiran kami...)